Irregular
warfare atau yang dikenal dengan perang irregular adalah perang yang
dilakukan tidak seperi lazimnya perang yang mempertemukan dua pasukan
didalam medan perang. Akan tetapi mengacu kepada tulisan Jendral Abdul
Haris Nasution dalam “Pokok Pokok Gerilya”, “perang dewasa ini, bergolak
sekaligus di sektor militer, politik, psikologis, dan social ekonomi.”
Dari hal tersebut maka timbul lah konsep perang semesta atau perang
total. Dinamakan perang semesta atau perang total, karena perang
tersebut telah mengaktifkan seluruh komponen dan elemen bangsa untuk
mengadakan peperangan. Adapun irregular warfare yang akan menjadi
bahasan dalam jurnal kali ini berkaitan dengan gerilya. Perang gerilya
adalah perang yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan cara tidak
lazim dan bertujuan untuk mencapai kepentingan politik, ideology, dan
ekonomi. A.H Nasution dalam bukunya yang berjudul Pokok Pokok Gerilya
telah banyak memberikan penjelasan yang detail mengenai perang gerilya.
Adapun aspek aspek perang yang mendapat perhatian penting dalam perang
gerilya dan merupakan komponen dalam membentuk perang total tersebut
adalah sebagai berikut : Perang psikologis, yaitu situasi dan kondisi
perang dimana salah satu pihak berusaha untuk melemahkan bahkan berusaha
untuk meruntuhkan moril lawan sebelum perang sesungguhnya dimulai,
sedang di lain pihak berusaha memperkuat dan memperteguh semangat
rakyatnya sendiri. Selanjutnya adalah perang politik, yaitu perang
yang berusaha untuk mengurangi jumlah sekutu dari pihak musuh dan dan
memperbanyak musuh musuhnya, dan berbuat sebaliknya untuk diri sendiri.
Selanjutnya adalah perang ekonomi yang berusaha menghancurkan alat alat
dan sumber produksi musuh agar kekuatan mereka menjadi berkurang, dan
sembari menghancurkankan produksi lawan maka harus berusaha memperbaiki
ekonomi diri sendiri. Pada dewasa ini, perang tidak lagi di dominasi
oleh ilmu perang yang khusus berkaitan dengan strategi, taktik, dan
logistiknya saja, melainkan melibatkan pula apek politik militer,
politik, psikologis, dan social ekonomi. Perang bukan lagi menjadi
dominasi militer belaka akan tetapi juga politik dan ekonomi. Pimpinan
perang bukan lagi yang ada di medan militer saja, akan tetapi medan
medan seluruh aspek kehidupan. Syarat syaratnya tidak lagi tentang
pemahaman di dunia kemiliteran, akan tetapi juga pengetahuan yang baik
di bidang politik, militer, dan ekonomi.
Kembali
ke perang gerilya, menurut A.H Nasution dalam buku Pokok Pokok
Gerilyanya adalah perang yang terjadi antara sikecil yang lemah melawan
sibesar yang kuat. Jika suatu Negara diseerang oleh pihak luar, maka
keharusan Negara yang diserang adalah membela diri dari serangan
tersebut. Membela diri bukan berarti hanya menangkis saja, atau
menghindar dari pukulan musuh, karena hal tersebut tidak akan mengurangi
kekuatan musuh. Membela diri itu berarti harus bisa menghentikan
ancaman dan pukulan musuh selanjutnya. Perang gerilya terjadi karena
salah satu dari kekuatan yang berkonflik atau berperang dan biasanya
yang bergerilya adalah pihak yang terserang berada dalam keadaan
pincang. Jika kekuatan aggressor dengan yang diserang setara, maka
kemungkinan terjadinya perang gerilya sangat kecil, karena lebih memilih
perang dengan cara biasa. Dalam perang gerilya, pada umumnya pihak
penyerang memiliki berada di posisi yang lebih baik dalam hal persiapan,
sehingga mereka dapat menyerang dengan kekuatan yang lebih besar.
Sedangkan yang terserang melakukan perang gerilya dengan menahan lawan
selama mungkin dan mundur secara bertahap untuk menyusun kekuatan
menyerang. Setelah kekuatan yang terkumpul dirasa cukup, maka pihak
yang bergerilya bisa mengubah arah perlewanan mereka yang defensif
menjadi ofensif demi memukul atau bahkan mementahkankan serangan yang
dibangun oleh agressor.
Dalam contoh contoh sejarah
perang Gerilya masa lalu, Jepang pernah menyerang Amerika Serikat
dengan meluluh lantakkan Pearl Harbournya dan Jepang berhasil memukul
mundur Amerika Serikat, akan tetapi Amerika Serikat juga berusaha
mengumpulkan kekuatan dan tenaga mereka sehingga bisa menyerang balik
dan berhasil mengusir Jepang dari Amerika Serikat tanpa syarat. Hal yang
sama juga terjadi ketika Jerman menginvasi Rusia. Pada awal awalnya
Jerman berhasil memukul mundur tentara merah. Tentara Rusia yang
terpukul mundur secepatnya mengumpulkan kekuatan yang akhirnya mampu
memberikan serangan balik kepada Jerman dan pada akhirnya Rusia lah yang
berhasil merebut Berlin dari tangan Jerman.
Sedangkan perang Gerilya yang terjadi di Indonesia melawan agresi
militer Belanda dalam rentang tahun 1947-1949-an memiliki kejadian yang
sama dengan apa yang telah terjadi di Amerika Serikat dan Rusia. Dalam
tempo yang singkat Belanda merebut kota penting dan jalan jalan utama di
pulau Jawa. Otomatis serangan tersebut memukul mundur tentara tentara
Republik Indonesia. Akan tetapi, ending dari agresi Belanda tidak sama
dengan apa yang telah terjadi pada Amerika Serikat dan Rusia. Pada saat
itu, perang Gerilya yang dilancarkan oleh pasukan Indonesia tidak
berfungsi sebagaimana yang dicontohkan oleh dua Negara tadi, melainkan
berfungsi untuk membuat Belanda jenuh dan bosan dengan perlawanan yang
tiada akhir. Selain itu, Indonesia melalui diplomat diplomatnya berhasil
memenangkan perang politik di luar negeri sehingga dunia Internasional
mengecam dan menekan Belanda untuk menghentikan agresi militernya
terhadap Indonesia. Perang Gerilya yang dilakukan Indonesia menunjukkan
fungsi lainnya yaitu untuk membuat pihak lawan jenuh, frustasi, dan
tidak berhasrat untuk melanjutkan peperangan. Perang gerilya Indonesia
saat melawan aggressor Belanda menekankan defensive Perang gerilya yang
sifatnya hanya menahan serangan musuh.
Dalam
bukunya, A.H Nasution (1984) , memberikan penjelasan bagaimana caranya
agar perang Gerilya berhasil merebut kepentingannya dari pihak musuh.
Pertama adalah aspek waktu, aspek tersebut merupakan aspek yang sangat
penting bagi gerilyawan. Mereka membutuhkan waktu untuk menyusun
kekuatan reguler mereka demi melawan aggressor. Aspek kedua adalah
ruang. ruang yang dimaksudkan oleh Nasution adalah medan perang.
Pengeksploitasiaan hebat medan perang yang membatasi manuver kekuatan
musuh merupakan jalan yang bagi gerilyawan untuk menutup kerugian dari
kelemahan mereka yang berupa teknologi, organisasi, dan jumlah anggota.
Mereka seringkali menggunakan kesulitan medan wilayah untuk penerapan
taktik, sering juga melawan musuh dengan memanfaatkan pegunungan, hutan,
rawa, dan bahkan gurun pasir. Aspek ketiga adalah manajemen. Perang
gerilya membutuhkan manajemen yang baik, kondisi pasukan yang dipecah
pecah dalam divisi divisi dan batalyon kecil dan tersebar di beberapa
daerah membutuhkan koordinasi yang jitu. Kalau perang Gerilya bergerak
dengan sendiri sendiri, maka kecil kemungkinan mereka berhasil. Aspek
keempat adalah ideologi. Ideologi menjadi sumber kekuatan trsendiri
dalam perang gerilya. Keadaan perang yang berat menuntut kesungguhan
hati dari pasukan yang berperang, dibutuhkan keteguhan ideologi dari
gerilyawan karena bukan diwajibkan Negara, akan tetapi juga karena
kemauan dari diri sendiri. Seperti perang gerilya Indonesia yang
menjadikan ideologi kemerdekaan sebagai ideologi mereka sebagai
semanagat perjuangan. Aspek kelima adalah dukungan semua pihak terutama
rakyat.pemerintahan yang tidak didukung oleh rakyat, tidak dapat
mengharapkan rakyat untuk bergerilya, jika Negara mendapatkan serangan,
rakyat akan bersikap apatis dan melakukan serangan sendiri kemudian.
Kendatipun demikian Perang gerilya hanya berfungsi sebagai defensive
belaka bukan sebagai penentu kemenangan. Tentara perang Gerilya hanya
menjadi subperjuangan tentara regular. Kemenangan perang pada akhirnya
masih ditentukan oleh tentara regular. Contohnya seperti kemenangan
tiongkok bukan diraih oleh gerilyawan nasionalis tiongkok melainkan oleh
“tentara pembebasan rakyat tiongkok.” Begitu juga dengan Amerika
Serikat dan Rusia tadi. Bergerilya hanya ketika mereka terpukul mundur,
kemudian berusaha mengumpulkan kekuatan dan menyerang musuh seyara
gerilya. Ketika kekuatan telah terkumpul, maka tentara reguler lah yang
akan maju ke medan perang yang sesungguhnya. Perang gerilya strategis
hanya defensive.kemenangan perang hanya mungkin oleh ofensif yang
dilakukan oleh suatu tentara yang teratur, dan tentara dengan kekuatan
yang setara juga. Dan bukan berarti perang gerilya dirasa mudah, malah
lebih sulit karena berlangsung dalam waktu yang lama dan dibawah tekanan
psikologis yang sangat hebat.